Sejarah Kota Pekanbaru
|Sejarah Kota Pekanbaru
Sejarah Kota Pekanbaru
Kota Pekanbaru secara geografis terletak antara 101o 14’ – 101o 34’ Bujur Timur dan 0o 25’ – 0o 45’ Lintang Utara. Dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 – 50 meter. Sedangkan permukaan wilayah bagian utara merupakan daratan landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar 5 – 11 meter, dan dibelah oleh aliran Sungai Siak, yang mengalir dari barat hingga ke timur, serta memiliki beberapa anak sungai seperti sungai; Umban Sari, Sail, Air Hitam, Sibam, Setukul, Kelulut, Pengambang, Ukai, Sago, Senapelan, Limau dan Tampan.
Kota Pekanbaru mempunyai struktur geologi yang terdiri atas sesar mendatar dengan arah umum barat laut – tenggara, lipatan siklin dan antiklin dengan arah penunjaman ketimur – laut daya. Struktur geologi tersebut masuk dalam sistem patahan Sumatera. Sementara itu sesar-sesar mendatar ini termasuk dalam sistem patahan Semangko yang diduga terjadi pada masa Miosen Tengah.
Secara Morfologi atau bentang alam Kota Pekanbaru dapat dibedakan atas 3 bagian, yaitu:
- Morfologi dataran, terutama di Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan, Lima Puluh, Sukajadi, Sail, dan sebagian Wilayah Rumbai, Rumbai Pesisir, Tenayan Raya, Tampan, Marpoyan Damai, dan Payung Sekaki. Luas Morfologi ini di perkirakan sekitar 65% dari wilayah kota. Daerah ini merupakan endapan sungai dan rawa, dan sebagian besar merupakan daerah yang rawan genangan dan banjir. Kawasan ini relatif datar dengan kemiringan kurang dari 5%.
- Morfologi perbukitan rendah, terutama terdapat di kawasan utara, selatan, dan sebagian wilayah barat dan timur, memanjang dari barat laut – tenggara. Satuan morfologi ini tersusun oleh batu lumpur, batu pasir, sedikit batu lanau, batuan malihan, dan granit. Kawasan ini terletak pada ketinggian antara 20-35 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan kurang dari 20%.
- Morfologi perbukitan sedang, terutama di bagian utara wilayah kota yang merupakan kawasan perbukitan dengan arah memanjang dari barat laut – tenggara. Wilayah ini ditumbuhi vegetasi tanaman keras sebagai hutan lindung.
Aliran Sungai di Kota Pekanbaru di antaranya sebagai berikut :
- Sungai Siak, dengan lebar rata-rata 96 meter dan kedalaman rata-rata 8 meter, dipengaruhi oleh pasang surut air laut, kecepatan aliran rata-rata 0,75 liter/detik
- Sungai Senapelan, merupakan penampung utama bagi wilayah sebelah Barat Jl. Jendral Sudirman dan sebelah utara Jalan Tuanku Tambusai, dengan lebar rata-rata 3-4 meter
- Sungai Sail, merupakan penampung utama bagi wilayah sekitar Pasar Cik Puan yang dibatasi Jl. Pelajar di sebelah barat, Jl. Pepaya di sebelah timur, Jl. Mangga disebelah utara dan Jl. Tuanku Tambusai di selatan
- Sungai Sago, merupakan penampung bagi wilayah sebelah barat Jl. Sudirman, Sungai Lunau, Sungai Tanjung Datuk I dan II
Asal-usul Nama Pekanbaru yang Dulu Dikenal dengan Sebutan Senapelan
Dahulu, nama Pekanbaru dikenal dengan nama “Senapelan”. Saat itu, Pekanbaru dipimpin seorang kepala suku disebut Batin.
Daerah ini terus berkembang menjadi kawasan pemukiman baru. Seiring berjalannya waktu berubah menjadi Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara sungai Siak.
Pada tanggal 9 April 1689 telah diperbaharui sebuah perjanjian antara Kerajaan Johor dengan Belanda (VOC). Dimana dalam perjanjian tersebut Belanda diberi hak yang lebih luas, diantaranya pembebasan cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis barang dagangan.
Selain itu, Belanda juga mendirikan Loji di Petapahan yang saat itu merupakan kawasanyang maju dan cukup penting.
Karena, kapal Belanda tidak dapat masuk ke Petapahan, maka Senapelan menjadi tempat perhentian kapal-kapal Belanda. Selanjutnya, pelayaran ke Petapahan dilanjutkan dengan perahu-perahu kecil.
Dengan kondisi ini, Payung Sekali atau Senapelan menjadi tempat penumpukan berbagai komoditi perdagangan baik dari luar untuk diangkut ke pedalaman, maupun dari pedalaman untuk dibawa keluar.
Barang-barang dari dalam yang mau diangkut ke luar berupa bahan tambang, seperti timah, emas, barang kerajinan kayu dan hasil hutan lainnya.
Senapelan, Lalu lintas Perdagangan
Pada perkembangan selanjutnya, Payung Sekaki atau Senapelan memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan.
Letak Senapelan yang strategis dan kondisi sungai Siak yang tenang dan dalam membuat perkampungan ini memegang posisi silang, baik dari pedalaman Tapung maupun pedalaman Minangkabau dan Kampar.
Hal ini juga merangsang berkembanganya sarana jalan darat melalui rute Teratak Bulu (Sungai Kelulut), Tangkerang hingga ke Senapelan. Wilayah ini sebagai daerah yang strategis dan menjadi pintu gerbang perdagangan yang cukup penting.
Perkemmbangan Senapelan sangat erat dengan Kerajaan Siak Sri Indra Pura. Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di Senapelan, ia membangun istana di Kampung Bukit dan diperkirakan istana tersebut terletak di sekitar lokasi Masjid Raya sekarang.
Kemudian, sultan berinisiatif membuat pekan atau pasar di Senapelan namun tidak berkembang.
Kemudian, usaha yang dirintis tersebut dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali yang bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah meskipun lokasi pasar bergeser di sekitar Pelabuhan Pekanbaru sekarang.
Hari Jadi Kota Pekanbaru
Akhirnya menurut catatan yang dibuat oleh Imam Suhil Siak, Senapelan yang kemudian lebih populer disebut Pekanbaru resmi berdiri pada Selasa, 21 Rajab 1204 H bersamaan dengan 23 Juni 1784 M oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah di bawah pemerintahan Sultan Yahya yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru.
Sejak ditinggal oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, penguasaan Senapelan diserahkan kepada Datuk Bandar yang dibantu oleh empat datuk besar, yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir, dan Datuk Kampar. Mereka tidak memiliki wilayah sendiri tetapi mendampingi Datuk Bandar.
Keempat datuk tersebut bertanggung jawab kepada Sultan Siak dan jalannya pemerintahan berada sepenuhnya di tangan Datuk Bandar.
Selanjutnya, pemerintahan di Kota Pekanbaru selalu mengalami perubahan.
Pekanbaru Menjadi Ibu Kota Provinsi Riau
Berdasarkan Penetapan Gubernur Sumatera di Medan No 103 tanggal 17 Mei 1955, Kota Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang sebut Harminte (kota Baru) sekaligus dijadikan Kota Praja Pekanbaru.
Pada 1958, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri RI mulai menetapkan ibu kota Provinsi Riau secara permanen.
Sebelumnya, Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau ditunjuk sebagai ibu kota provinsi hanya bersifat sementara.
Dalam hal ini, menteri dalam negeri RI telah mengirim surat kawat kepada gubernur Riau tanggal 30 Agustus 1958 No. Skr. 15/15/6.
Untuk menanggapi maksud surat kawat tersebut, dengan penuh pertimbangan, badan penasehat meminta kepada gubernur supaya membentuk panitia khusus.
Dengan, Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Riau tanggal 22 September 1958 No.21/0/3-D/58 dibentuk panitia Penyelidikan Penetapan Ibu Kota Daerah Swantantra Tingkat I Riau.
Panitia telah keliling ke seluruh daerah Riau untuk meminta pendapat pemuka masyarakat, penguasa Perang Riau Daratan dan Penguasa Perang Riau Kepulauan.
Dari angket langsung diadakan panitia tersebut, maka diambil ketetapan bahwa kota Pakanbaru terpilih sebagai Ibu Kota Provinsi Riau.
Keputusan disampaikan Menteri Dalam Negeri RI. Akhirnya pada 20 Januari 1959 dikeluarkan Surat Keputusan dengan No. Des 52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai Ibu kota Provinsi Riau sekaligus Pekanbaru memperoleh status Kotamadya Daerah Tinggat II Pekanbaru.
Sejak saat itulah mulai dibangun Kota Pekanbaru, pada tahap pertama mempersiapkan sejumlah bangunan dalam waktu singkat agar dapat menampung pemindahan kantor dan pegawai dari Tanjungpinang ke Pekanbaru.
Sementara, persiapan pemindahan secara simultan terus dilaksanakan, perubahan struktur daerah berdasarkan Panpres No 6/1959 sekaligus direalisasi.
Gubernur Provinsi Riau Mr. SM Amin digantikan oleh Letkol Kaharuddin Nasution yang dilantik digedung Sekolah Pei Ing Pekanbaru tanggal 6 Januari 1960.
Sumber: bpbd.pekanbaru.go.id dan Kompas.com